Sebelumnya dalam tulisan tentang HW dan DPJ dan Catatan Pemerintahan SBY-JK saya sudah memberikan indikasi bahwa Politik Luar Negeri Indonesia dipastikan akan mengekor negara-negara barat khususnya Amerika Serikat. Apapun alasannya, argumentasi terkuat adalah pada berkuasanya orang-orang tertentu di Deplu dan lingkungan Istana Negara yang sudah secara sadar menjadi pendukung Amerika Serikat.
Dari sisi idealisme dan nasionalisme, politik luar negeri Indonesia tampak memasuki periode terburuk dengan dua catatan penting:
Pertama, kehilangan landasan bebas dan aktif. Khususnya dalam pelaksanaan aspek bebas/independensi dalam menentukan sikap.
Kedua, politik luar negeri Indonesia bukan lagi refleksi situasi dalam negeri melainkan berada digenggaman segelintir elit yang jelas-jelas menjadi kaki tangan Amerika Serikat.
Tetapi mengapa Blog I-I memberikan ucapan selamat kepada Politik Luar Negeri Indonesia?
Dari sisi ini, politik luar negeri Indonesia memasuki periode terbaik berlandaskan pada pragmatisme kepentingan nasional yang bercampur kepentingan elit politik. Berdasarkan catatan dari rekan-rekan di Deplu, Indonesia akan mendapatkan banyak jaminan dari AS.
Jaminan pertama adalah bahwa AS dan sekutunya serta Israel akan sedikit melupakan keberpihakan SBY kepada Ikhwanul Muslimin dan Iran, sehingga dukungan AS kepada SBY tetap solid. Jadi isu bahwa sejumlah tokoh kunci AS mempertimbangkan untuk mencabut dukungan kepada SBY seperti dihembuskan oleh beberapa tokoh kelompok Cabut Mandat SBY-JK sudah diselesaikan. Lebih jauh lagi, dukungan Indonesia sangat berarti bagi dunia Barat yang memusuhi Iran karena dengan alasan-alasan logis dan teknis tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Iran, citra Iran sudah hancur betapapun misi diplomasi dilakukan oleh Presiden Ahmadinejad didukung oleh Dubes-Dubesnya di seluruh dunia.
Jaminan kedua adalah bahwa AS dan sekutunya akan mempertimbangkan bantuan teknologi dan dana untuk pengembangan sumber energi nuklir bagi Indonesia. Akan lebih terkendali jika transfer teknologi nuklir untuk perdamaian di Indonesia dari sekutu AS, dibandingkan bila Indonesia mencari teknologi itu ke Rusia atau China.
Jaminan ketiga adalah analisa Deplu AS dan CIA bahwa reaksi negara-negara Arab tidak akan terlalu keras kepada Indonesia. Reaksi kekecewaan hanya dari Iran dan sejumlah tokoh/ulama yang suaranya tidak mempresentasikan negara. Dengan demikian tidak akan menciderasi citra Indonesia ataupun mempersulit diplomasi Indonesia di Timur Tengah.
Jaminan keempat adalah bahwa resolusi 1747 tidak akan dijadikan dasar penyerangan militer AS terhadap Iran. Sehingga dukungan Indonesia tidak akan disalahgunakan sebagai restu dari umat Islam Indonesia untuk menghancurkan Iran seperti yang sudah terjadi di Irak. Serangan AS ke Iran hanya akan terjadi setelah proses pematangan situasi menjadi kondusif bagi sebuah aksi militer. Dengan demikian, Indonesia tidak akan menanggung beban moral dari keputusannya mendukung resolusi PBB tersebut.
Jaminan kelima adalah bahwa Indonesia hanya sedikit menghianati Iran dan bisa tetap melakukan lobi politik sebagai mediator Internasional tentunya dengan berlandaskan pada cara-cara damai dibawah payung PBB.
Selamat datang era pragmatisme sejati.
Dengan catatan tersebut, maka peranan Hassan Wirayuda dan Dino Patti Jalal sangat penting dan bermanfaat dalam membina persahabatan sejati dengan Amerika Serikat. Suatu hal yang mencengangkan adalah bahwa baik Hassan maupun Dino berbicara dalam bahasa yang sama dengan SBY, dengan kata lain politik luar negeri Indonesia memang solid. Sayangnya Deplu tidak memiliki saluran yang baik dalam mensosialisasikan alasan yang mendasar atas diambilnya sebuah keputusan luar negeri. Percumalah segala kegiatan Breakfast Bubur Ayam, percumalah segala seminar yang dilakukan Deplu, bila tidak ada saluran komunikasi yang baik dengan rakyat di dalam negeri.
0 komentar:
Posting Komentar